PAHLAWAN
CILIK
“Naufal..”, suara itu membangunkan tidur
siangku. “Naufal”…, suara itu terdengar lagi. Kemudian kubuka tirai jendela dan
terlihat kawan-kawanku yang memanggilku. Akupun keluar kamar sambil melihat
sekilas tayangan berita di TV dan langsung menuju ruang tamu untuk membuka pintu.
Saat kubuka pintu gerbang, “Fal, bagaimana kalau sore ini kita ngabuburit ke
Udayana ?” tanyanya kepadaku. “Kaalau aku sih oke oke aja, yang penting gak
bikin bosen” spontan aku menjawab. Dimas pun bertanya “kita ke sana mau pake
apa ? jalan kaki ? ogah!” , “pake sepeda
lah, masa terbang ?” jawab lanang dengan singkat. Serempak kami semua pun
tertawa. Hahaha ada-ada saja Lanang. Roza yang terdiam sedari tadi pun bicara
“teman-teman, ayo ! tunggu apa lagi ?” serempak kami menjawab “AYOOO!!”
Sesampainya
di udayana, kami mencoba beberapa alat olahraga. Setelah itu, kami membeli
beberapa jajan-jajanan untuk berbuka puasa nanti. Setelah puas berkeliling, aku
dan teman-temanku pun pulang ke rumah masing-masing.
Azan
maghrib pun berkumandang, aku segera membaca niat berbuka puasa. Kemudian, aku
mencoba es campur yang aku beli tadi di udayana. Aku pun mencoba beberapa
jajan-jajanan. Setelah perutku terasa penuh, akupun ke kamar mandi untuk
berwudhu lalu melaksanakan sholat maghrib.
Kemudian
aku keluar dengan membawa 2 buah kembang api kretek dan sekotak korek. Aku
keluar rumah tidak hanya membawa itu saja, namun membawa Hand Phone “telepon selular”, guna mengirim pesan Short Message Service
“aplikasi pesan singkat” kepada teman-teman ku agar berkumpul di depan rumah
ku. Setelah kami bercakap-cakap, kemudian anak dari RT sebelah melempari kami
dengan kembang api kretek dan seketika itu lari ke arah sungai yg tak jauh dari
rumahku.
Tak
lama kemudian, kami pun berangkat ke masjid untuk sholat isya’ dan tarawih.
Setelah
selesai sholat isya’ dan tarawih, kami pun pergi ke warung rujak langganan
kami. “Fal, mau beli rujak ?” Tanya Zul. “tidak” kataku sambil menggeleng.
Lanang, Roza, dan Dimas sudah terlebih dahulu menyantap rujak yang mereka beli.
Zul pun langsnung memesan rujaknya.
Setelah
mereka puas dengan rujak, barulah kami pulang ke rumah masing-masing.
Saat
aku mengetuk pintu rumahku, ibuku langsung bertanya “kemana saja kamu ? kok jam
segini baru pulang ?” , “hmm anuu eee tadii.. ituu anuu emm.. tadi aku beli
rujak dengan teman-teman” jawabku gugup. “lain kali jangan keluyuran lagi!” .
Huuuft.. untung ibuku gak marah. Yaahh tadi aku terpaksa jujur biar ga kena
marah mama. Tapi gak apa-apa lah, jujur juga dapet pahala kan.
Keesokan harinya, aku sudah siap-siap untuk
berangkat ke sekolah bersama teman-tmanku pake sepeda. Ternyata, aku sudah
ditunggui oleh Zul dan Dimas, masih ada Lanang dan Roza yg sedang memakai
sepatu. Roza dengan panik berkata “Ohh tidak!! Ban sepedaku kempes. Giamana nih
???” , “tenang, aku punya pompanya kok” Zul menyahut sambil menenangkan.
“Udah
cukup nih” ungkap Roza dengan riang. “Ayo teman-teman, kita hampir telat nih!” kata
Lanang yang mulai panik. “Oke , kita berangkaaatt !!” ucapku dengan penuh
semangat.
Dari
kejauhan, aku melihat suatu bungkus kulit berwarna hitam yang tebal isinya.
Saat aku mendekat, ternyata sebuah dompet berisikan uang Rp. 750.000 lengkap
dengan SIM, STNK, dan KTP. Yang terlinyas dipikiranku adalah mengambil uang ini
dan membelanjakannya. Namun sisi lain dari hatiku berkata “milik siapakah
dompet ini ? isinya masih utuh dan tak tersentuh apapun, haruskah aku
mengambilnya ? TIDAK!! Barang ini milik orang, aku tidak boleh mengambilnya.
Lebih baik aku simpan dan berikan kepada pak polisi saja” .
Zul
bertanya dengan penasaran “hei, benda apa itu, Fal ?” . Semua mendekat dan
berkata “Woow!! Banyak sekali” . “bagaimana kalau kita beli makanan saja, pasti
kenyang” kata Dimas semangat. “Jangan !! kita pake main futsal aja !” sahut Zul
menaikkan alisnya. “Tunggu, sebaiknya untuk beli kembang api saja !” kata Roza
tak mau kalah. “Sudah-sudah ! ini barang milik orang, kita tidak boleh menggunakannya, karena itu
merupakan sifat pencuri” . “Benar juga ya !” kata Zul.
Bel
masuk berbunyi tanda pelajaran pertama telah dimulai. Guru bahasa Indonesiaku
berkata di akhir kalimatnya “PR dikumpulkan minggu depan” seketika itu
terdengar bunyi “kriiiiiiingg!!” tanda pelajaran telah usai. Aku, Zul, Lanang,
Roza, dan Dimas tetap diam di kelas, kubuka tasku dan ku cari sebuah dompet
yang kutemukan di jalan tadi dan memperlihatkan kepada mereka.
“Lihat,
orang ini bernama Pak Doni Sutejo” ucap Lanang sambil menunjuk KTP itu. “Kita
jadi kan ke pos polisi yang di dekat sekolah ?” sahut Roza. “Tentu saja !”
sahut Dimas. “Ayo !!” aku menyahut kembali.
Kami
menuju pos polisi yang jauhnya kira-kira 100 meter dari sekolah kami, disana
ada seorang polisi yang tinggi dan gagah berani. Dengan gugup aku berkata
“per.. permisi.. pak, ta.. tadi pa.. agi kami me---“ polisi itu menoleh dan menyahut
“ada apa anak-anak ?” lalu temanku Zul menjelaskan “tadi pagi saat perjalanan
menuju sekolah kami menemukam dompet berisi uang sebanyak Rp. 750.000 beserta
SIM, STNK, dan KTP” . Polisi itu mengatakan “kalian mencuri barang-barang
tersebut ya ? ayo ikut saya ke kantor polisi” .
Saat
tangan kami depegang oleh pak polisi itu, hatiku pasrah dan tubuhku seketika
lemas. Yang ada dipikiranku adalah “mengapa aku mengambil dompet itu ?
seharusnya aku biarkan saja” huuuftt, inilah takdir yang menimpa kami semua.
“Heyy
anak-anak”. Aku tahu suara itu! Itu kan suara… “anak-anak kalian mu ke mana ?”
kami semua menoleh kebelakang dan berteriak “ibu guru Jasmine !!” sambil
meneteskan air mata.
Bu
guru Jasmine bertanya “kalian mau kemana ? apa yang sedang anda lakukan pak
polisi ?” “anak-anak ini telah mencuri sebuah dompet saat perjalanan ke
sekolah” jawab polisi tegas. “benarkah itu anak-anak ?” Tanya bu Jasmine
kembali. Aku pun menjawab “tidak bu, kami menemukannya di jalan saat perjalanan
pulang, memang kami dikelas termasuk anak yang nakal, tapi kali ini tidak. Jika
tidak percaya, periksalah isi dompet itu. Di situ ada uang Rp.750.000 dengan
SIM, STNK, dan KTPnya” , “sini biar saya lihat pak” kata bu Jasmine. Polisi itu
pun menyerah kan dompet itu ke bu Jasmine.
Bu
Jasmine pun terkejut melihat dompet itu. Pak polisi bertanya “kenapa bu ? anda
mengenal orang ini ?” “ini.. inii kan dompet suami saya!” “benarkah ?” kataku,
Zul dan Dimas, yang lainyang masih menganga mendengar kata bu Jasmine. Lanang
berkata “tidaklah mungkin kami mencuri dompet itu, karena kami tidak mengetahui
suami bu Jasmine siapa dan dimana, benar kan teman-teman ?” ibu Jasmine berkata
“saya tahu bukan kalian pelakunya. Terimakasih anak-anak sudah menemukan dompet
suami saya” seketika itu, tangan kami dilepas oleh polisi itu. Kami pun
langsung memelik ibu jasmine.
Keesokan
harinya, seluruh siswa SMPN 2 Mataram berkumpul di halaman sekolah, entah ada
berita apa untuk hari ini. Aku duduk di dekat teman-temanku yang duduk di bawah
ring basket. Setelah kepala sekolahku selesai berpidato, tak disangka-sangka,
namaku dipanggil oleh kepala sekolahku. Betapa kencangnya jantungku berdegub.
Aku pun maju dengan bergemetar. Tidak hanya aku, tapi Zul, Dimas, Lanang dan
Roza. “kepada siswa yang saya panggilkan namanya diharap maju kedepan! Naufal
dari 8A, Zul 8G, Dimas 7C, Lanang 7E, dan Roza 7A. Ayo maju kedepan anak-anak.”
“Inilah
pahlawan kita, pahlawan yang telah jujur dan berani. Jujur karena tidak mencuridompet
orang, dan berani ingin mengembalikan dompet tersebut!” sambung kepala
sekolahku “tepuk tangan yang meriah untuk pahlawan cilik kita !” sambungnya
lagi “prokprokprokprokprokrporkprok” suara itu menggemuruhi halaman sekolahku.
Kami serasa menjadi pahlawan, padahal hanya ingin mengembalikan dompet. Tapi
tak apalah, kan lumayan di panggil dengan sebutan PAHLAWAN CILIK hahaha, aku
suka julukan itu.
Bu
Jasmine datang menghampiri kami. Ia memba 5 bungkus kado yang masing-masingnya
diberikan kepada kami. Kami pun kembali duduk ditempat semula tadi dan seketika
itu, lirikan mata tetap ke arah kami. Senangnya menjadi pahlawan.
Teman-temanku
bertanya “Fal, apa isinya ? coba dibuka !” , “nanti saja di kelas” sahutku
sambil tersenyum
Saat
masuk kelas, aku pun membuka kado tersebut. Ternyata isinya dompet yang berisi
Rp.100.000 . aku bingung apa maksud ibu Jasmine. Kemudian aku pun keluar kelas
dan menuju ruang guru. Di sana aku melihat ibu Jasmine duduk sendirian, akupun
menghampirinya. “permisi bu, kado tadi itu untuk apa bu ?” “kamu simpan saja
kadonya, anggap itu tanda terimakasih buguru sekaligus kenang-kenangan”
jawabnya. “ibu mau pindah sekolah ?” tanyaku “iya, ibu sekaligus mau pulang
kampung, soalnya orang tua ibu sakit keras, dan ibu ingin mencari SMP yang
dekat dengan tempat tinggal orang tua ibu”
Ibu
Jasmine pun meneteskan air mata. Aku ikut sedih jika bu Jasmine pindah sekolah.
Keesokan harinya, seluruh siswa SMPN 2 Mataram dan guru-guru lainnya mengucapkan
selamat tinggal kepada bu Jasmine. Aku kemudian maju dan memelukibu Jasmine,
kemudian aku mengeluarkan sebuah gantungan kunci angry bird “burung marah” berwarna
biru, warna kesukaan ibu Jasmine.
Ibu
Jasmine mengucapkan terimakasih kepada ku sambil menangis, akupun ikut menangis
karena tak tahan dengan kesedihanku. “terimakasih nak, kamu tidak perlu
repot-repot memberikan kenangan, ibu akan selalu mengenangmu nak.” Ucap bu
Jasmine lembut. “Tak apa bu, aku juga ingin berterimakasih untuk kado yang ibu
berikan” kataku sambil menangis. “Sama-sama nak, belajar yang rajin, jangan
suka nakal di kelas, jadilah pahlawan cilik yang dikenal semua orang, dan
jangan lupakan ibu guru” ucapnya sambil tersenyum menghapus air matanya. Akupun
menyahut “PASTI!!” sambil tersenyum.
SELESAI
J