Sabtu, 15 Februari 2014

Cerpen Bertema Kejujuran


PAHLAWAN CILIK

 “Naufal..”, suara itu membangunkan tidur siangku. “Naufal”…, suara itu terdengar lagi. Kemudian kubuka tirai jendela dan terlihat kawan-kawanku yang memanggilku. Akupun keluar kamar sambil melihat sekilas tayangan berita di TV dan langsung menuju ruang tamu untuk membuka pintu. Saat kubuka pintu gerbang, “Fal, bagaimana kalau sore ini kita ngabuburit ke Udayana ?” tanyanya kepadaku. “Kaalau aku sih oke oke aja, yang penting gak bikin bosen” spontan aku menjawab. Dimas pun bertanya “kita ke sana mau pake apa ? jalan kaki ? ogah!” ,  “pake sepeda lah, masa terbang ?” jawab lanang dengan singkat. Serempak kami semua pun tertawa. Hahaha ada-ada saja Lanang. Roza yang terdiam sedari tadi pun bicara “teman-teman, ayo ! tunggu apa lagi ?” serempak kami menjawab “AYOOO!!”
Sesampainya di udayana, kami mencoba beberapa alat olahraga. Setelah itu, kami membeli beberapa jajan-jajanan untuk berbuka puasa nanti. Setelah puas berkeliling, aku dan teman-temanku pun pulang ke rumah masing-masing.
Azan maghrib pun berkumandang, aku segera membaca niat berbuka puasa. Kemudian, aku mencoba es campur yang aku beli tadi di udayana. Aku pun mencoba beberapa jajan-jajanan. Setelah perutku terasa penuh, akupun ke kamar mandi untuk berwudhu lalu melaksanakan sholat maghrib.
Kemudian aku keluar dengan membawa 2 buah kembang api kretek dan sekotak korek. Aku keluar rumah tidak hanya membawa itu saja, namun membawa Hand Phone “telepon selular”, guna mengirim pesan Short Message Service “aplikasi pesan singkat” kepada teman-teman ku agar berkumpul di depan rumah ku. Setelah kami bercakap-cakap, kemudian anak dari RT sebelah melempari kami dengan kembang api kretek dan seketika itu lari ke arah sungai yg tak jauh dari rumahku.
Tak lama kemudian, kami pun berangkat ke masjid untuk sholat isya’ dan tarawih.
Setelah selesai sholat isya’ dan tarawih, kami pun pergi ke warung rujak langganan kami. “Fal, mau beli rujak ?” Tanya Zul. “tidak” kataku sambil menggeleng. Lanang, Roza, dan Dimas sudah terlebih dahulu menyantap rujak yang mereka beli. Zul pun langsnung memesan rujaknya.
Setelah mereka puas dengan rujak, barulah kami pulang ke rumah masing-masing.
Saat aku mengetuk pintu rumahku, ibuku langsung bertanya “kemana saja kamu ? kok jam segini baru pulang ?” , “hmm anuu eee tadii.. ituu anuu emm.. tadi aku beli rujak dengan teman-teman” jawabku gugup. “lain kali jangan keluyuran lagi!” . Huuuft.. untung ibuku gak marah. Yaahh tadi aku terpaksa jujur biar ga kena marah mama. Tapi gak apa-apa lah, jujur juga dapet pahala kan.
 Keesokan harinya, aku sudah siap-siap untuk berangkat ke sekolah bersama teman-tmanku pake sepeda. Ternyata, aku sudah ditunggui oleh Zul dan Dimas, masih ada Lanang dan Roza yg sedang memakai sepatu. Roza dengan panik berkata “Ohh tidak!! Ban sepedaku kempes. Giamana nih ???” , “tenang, aku punya pompanya kok” Zul menyahut sambil menenangkan.
“Udah cukup nih” ungkap Roza dengan riang. “Ayo teman-teman, kita hampir telat nih!” kata Lanang yang mulai panik. “Oke , kita berangkaaatt !!” ucapku dengan penuh semangat.
Dari kejauhan, aku melihat suatu bungkus kulit berwarna hitam yang tebal isinya. Saat aku mendekat, ternyata sebuah dompet berisikan uang Rp. 750.000 lengkap dengan SIM, STNK, dan KTP. Yang terlinyas dipikiranku adalah mengambil uang ini dan membelanjakannya. Namun sisi lain dari hatiku berkata “milik siapakah dompet ini ? isinya masih utuh dan tak tersentuh apapun, haruskah aku mengambilnya ? TIDAK!! Barang ini milik orang, aku tidak boleh mengambilnya. Lebih baik aku simpan dan berikan kepada pak polisi saja” .
Zul bertanya dengan penasaran “hei, benda apa itu, Fal ?” . Semua mendekat dan berkata “Woow!! Banyak sekali” . “bagaimana kalau kita beli makanan saja, pasti kenyang” kata Dimas semangat. “Jangan !! kita pake main futsal aja !” sahut Zul menaikkan alisnya. “Tunggu, sebaiknya untuk beli kembang api saja !” kata Roza tak mau kalah. “Sudah-sudah ! ini barang milik orang,  kita tidak boleh menggunakannya, karena itu merupakan sifat pencuri” . “Benar juga ya !” kata Zul.
Bel masuk berbunyi tanda pelajaran pertama telah dimulai. Guru bahasa Indonesiaku berkata di akhir kalimatnya “PR dikumpulkan minggu depan” seketika itu terdengar bunyi “kriiiiiiingg!!” tanda pelajaran telah usai. Aku, Zul, Lanang, Roza, dan Dimas tetap diam di kelas, kubuka tasku dan ku cari sebuah dompet yang kutemukan di jalan tadi dan memperlihatkan kepada mereka.
“Lihat, orang ini bernama Pak Doni Sutejo” ucap Lanang sambil menunjuk KTP itu. “Kita jadi kan ke pos polisi yang di dekat sekolah ?” sahut Roza. “Tentu saja !” sahut Dimas. “Ayo !!” aku menyahut kembali.
Kami menuju pos polisi yang jauhnya kira-kira 100 meter dari sekolah kami, disana ada seorang polisi yang tinggi dan gagah berani. Dengan gugup aku berkata “per.. permisi.. pak, ta.. tadi pa.. agi kami me---“ polisi itu menoleh dan menyahut “ada apa anak-anak ?” lalu temanku Zul menjelaskan “tadi pagi saat perjalanan menuju sekolah kami menemukam dompet berisi uang sebanyak Rp. 750.000 beserta SIM, STNK, dan KTP” . Polisi itu mengatakan “kalian mencuri barang-barang tersebut ya ? ayo ikut saya ke kantor polisi” .
Saat tangan kami depegang oleh pak polisi itu, hatiku pasrah dan tubuhku seketika lemas. Yang ada dipikiranku adalah “mengapa aku mengambil dompet itu ? seharusnya aku biarkan saja” huuuftt, inilah takdir yang menimpa kami semua.
“Heyy anak-anak”. Aku tahu suara itu! Itu kan suara… “anak-anak kalian mu ke mana ?” kami semua menoleh kebelakang dan berteriak “ibu guru Jasmine !!” sambil meneteskan air mata.
Bu guru Jasmine bertanya “kalian mau kemana ? apa yang sedang anda lakukan pak polisi ?” “anak-anak ini telah mencuri sebuah dompet saat perjalanan ke sekolah” jawab polisi tegas. “benarkah itu anak-anak ?” Tanya bu Jasmine kembali. Aku pun menjawab “tidak bu, kami menemukannya di jalan saat perjalanan pulang, memang kami dikelas termasuk anak yang nakal, tapi kali ini tidak. Jika tidak percaya, periksalah isi dompet itu. Di situ ada uang Rp.750.000 dengan SIM, STNK, dan KTPnya” , “sini biar saya lihat pak” kata bu Jasmine. Polisi itu pun menyerah kan dompet itu ke bu Jasmine.
Bu Jasmine pun terkejut melihat dompet itu. Pak polisi bertanya “kenapa bu ? anda mengenal orang ini ?” “ini.. inii kan dompet suami saya!” “benarkah ?” kataku, Zul dan Dimas, yang lainyang masih menganga mendengar kata bu Jasmine. Lanang berkata “tidaklah mungkin kami mencuri dompet itu, karena kami tidak mengetahui suami bu Jasmine siapa dan dimana, benar kan teman-teman ?” ibu Jasmine berkata “saya tahu bukan kalian pelakunya. Terimakasih anak-anak sudah menemukan dompet suami saya” seketika itu, tangan kami dilepas oleh polisi itu. Kami pun langsung memelik ibu jasmine.
Keesokan harinya, seluruh siswa SMPN 2 Mataram berkumpul di halaman sekolah, entah ada berita apa untuk hari ini. Aku duduk di dekat teman-temanku yang duduk di bawah ring basket. Setelah kepala sekolahku selesai berpidato, tak disangka-sangka, namaku dipanggil oleh kepala sekolahku. Betapa kencangnya jantungku berdegub. Aku pun maju dengan bergemetar. Tidak hanya aku, tapi Zul, Dimas, Lanang dan Roza. “kepada siswa yang saya panggilkan namanya diharap maju kedepan! Naufal dari 8A, Zul 8G, Dimas 7C, Lanang 7E, dan Roza 7A. Ayo maju kedepan anak-anak.”
“Inilah pahlawan kita, pahlawan yang telah jujur dan berani. Jujur karena tidak mencuridompet orang, dan berani ingin mengembalikan dompet tersebut!” sambung kepala sekolahku “tepuk tangan yang meriah untuk pahlawan cilik kita !” sambungnya lagi “prokprokprokprokprokrporkprok” suara itu menggemuruhi halaman sekolahku. Kami serasa menjadi pahlawan, padahal hanya ingin mengembalikan dompet. Tapi tak apalah, kan lumayan di panggil dengan sebutan PAHLAWAN CILIK hahaha, aku suka julukan itu.
Bu Jasmine datang menghampiri kami. Ia memba 5 bungkus kado yang masing-masingnya diberikan kepada kami. Kami pun kembali duduk ditempat semula tadi dan seketika itu, lirikan mata tetap ke arah kami. Senangnya menjadi pahlawan.
Teman-temanku bertanya “Fal, apa isinya ? coba dibuka !” , “nanti saja di kelas” sahutku sambil tersenyum
Saat masuk kelas, aku pun membuka kado tersebut. Ternyata isinya dompet yang berisi Rp.100.000 . aku bingung apa maksud ibu Jasmine. Kemudian aku pun keluar kelas dan menuju ruang guru. Di sana aku melihat ibu Jasmine duduk sendirian, akupun menghampirinya. “permisi bu, kado tadi itu untuk apa bu ?” “kamu simpan saja kadonya, anggap itu tanda terimakasih buguru sekaligus kenang-kenangan” jawabnya. “ibu mau pindah sekolah ?” tanyaku “iya, ibu sekaligus mau pulang kampung, soalnya orang tua ibu sakit keras, dan ibu ingin mencari SMP yang dekat dengan tempat tinggal orang tua ibu”
Ibu Jasmine pun meneteskan air mata. Aku ikut sedih jika bu Jasmine pindah sekolah. Keesokan harinya, seluruh siswa SMPN 2 Mataram dan guru-guru lainnya mengucapkan selamat tinggal kepada bu Jasmine. Aku kemudian maju dan memelukibu Jasmine, kemudian aku mengeluarkan sebuah gantungan kunci angry bird “burung marah” berwarna biru, warna kesukaan ibu Jasmine.
Ibu Jasmine mengucapkan terimakasih kepada ku sambil menangis, akupun ikut menangis karena tak tahan dengan kesedihanku. “terimakasih nak, kamu tidak perlu repot-repot memberikan kenangan, ibu akan selalu mengenangmu nak.” Ucap bu Jasmine lembut. “Tak apa bu, aku juga ingin berterimakasih untuk kado yang ibu berikan” kataku sambil menangis. “Sama-sama nak, belajar yang rajin, jangan suka nakal di kelas, jadilah pahlawan cilik yang dikenal semua orang, dan jangan lupakan ibu guru” ucapnya sambil tersenyum menghapus air matanya. Akupun menyahut “PASTI!!” sambil tersenyum.


SELESAI J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar